Banjarmasin yang berdimensi lima diarahkan pembangunannya sebagai Kota Pemerintahan, Perdagangan, Pelabuhan, Industri dan Pariwisata. Dalam semua upaya tadi, Sungai Barito menduduki tempat yang utama. Kehidupan di kota Banjarmasin memang tidak terpisahkan dari Sungai Barito beserta anak-anak sungainya. Terletak dipertemuan antara Sungai Barito dan Sungai Martapura, kota ini strategis sekali untuk perdagangan.
Sungai Barito yang luas dan dalam, Sungai Martapura yang dapat dilayari kapal-kapal besar, memuat kapal-kapal Samudera dapat merapat hingga kota Banjarmasin, yang terletak 22 km dari laut Jawa.
Pada zaman Belanda, Banjarmasin menjadi pelabuhan masuk dan keluar bagi seluruh daerah aliran Sungai Barito dan merupakan pelabuhan transito untuk kapal-kapal yang datang dari Singapura dan Jawa, ke pantai timur Kalimantan.
Dari Kalimantan, dikirim keluar barang-barang hasil hutan seperti rotan, damar, kapur baruskaret, jelutung, tikar purun, telur itik, buah-buahan, barang anyaman rotan, batu-batuan dan berlian. Barang yang masuk terdiri dari beras, ikan asin, barang, barang pecah belah, minyak tanah, garam, besi dsb.
Industri orang Eropa pada waktu itu terdiri dari pabrik es, galangan kapal yang kecil milik Borneo Industri Mij dan perdagangan yang dikelola oleh Borneo Soematra Handel Mij, Heinneman & Co, dan Kantor Cabang dari Javasche Bank en Factorij.
Pada masa itu, banjarmasin mempunyai pelayaran yang teratur dan langsung dengan Sampit, Kotabaru, Samarinda, Martapura, Marabahan, negara, Amuntai, Buntok, Muara Teweh dan Kuala Kapuas dan diluar Kalimantan dengan Surabaya dan Singapura.
Sampai kinipun kehidupan sungai tetap dominan di Banjarmasin. Sebagai salah satu indikasinya, di depan Kantor Walikota dibangun sandaran perahu untuk tamu-tamu dan para tamu dan pejabat pemerintah yang hendak menyusuri sungai. Sekitar 200 m dari tempat tersebut terdapat terminal perahu antar kota di Kalimantan Selatan, bahkan sampai ke Kalimantan Tengah.
Banjarmasih
Nama Banjarmasin berasal dari istilah Banjarmasih. Disebut demikian karena Patihnya disebut Patih Masih, atau Patih Oloh Masih. Oloh Masih dalam bahasa Ngaju berarti orang Melayu. Banjarmasih berasal dari Desa Oloh Masi atau Kampung Melayu.
Nama Banjarmasih inilah kemudian disebut orang Belanda Banjarmasih. Sampai dengan tahun 1664 surat-surat Belanda ke Indonesia untuk kerajaan Banjarmasin masih menyebut Kerajaan Banjarmasin dalam ucapkan Belanda "Bandzermash ", karena sulit mengucapkannya.
Kerajaan Banjar
Pangeran Samudera diangkat menjadi raja oleh Patih Masih, Patih Balit, Patih Muhur dan Patih Balitung. Di Kampung Banjarmasih didirikan sebuah keraton, dengan rumah asal, rumah Patih Masih sendiri.
Kampung Banjarmasih disebut sampai sekarang Kampung Keraton. Di sini terdapat kuburan Raja Banjar yang pertama sampai dengan ketiga. Kemudian diadakan penyerbuan ke Bandara Muara Bahan dan semua penduduknya para pedagang pindah ke Banjarmasin. Penyerbuan ke Muara Bahan menimbulkan peperangan dengan Negara Daha. Pangeran Tumenggung dengan armada sungainya menyerang Banjarmaisih.
Di ujung Pulau Alalak terjadi peperangan sungai yang hebat, tetapi Pangeran Tumenggung, armadanya hancur oleh Pangeran Samudera. Sejak itu terjadi perang yang berlarut-larut. Banjar minta bantuan Demak, tetapi Demak mau membantu kalau Banjar mau masuk Islam.
Pangeran Samudera setuju dan tentara Demak datang bersama Khatib Dayan yang akan meng-Islam-kan rakyat.Setelah Demak datang, mereka menunggu musim panas dan panen selesai untuk logistik tentara dan makanan rakyat. Pasang sungai musim panas memungkinkan kapal-kapal besar sampai ke Daha. Tiga hari sesudah Hari Raya Fitri diadakan peng-Islam-an atas rakyat, barulah berangkat ke pedalaman penggempur Negara Daha.
Persiapan terakhir peperangan ini, dilakukan pada tanggal 6 September 1526 setealh hampir 40 hari bertempur. Di Jingah Besar, Pangeran Samudera dapat mengalahkan pasukan Daha. Ini merupakan kemenangan besar yang pertama. Yang terakhir dilakukan pad tanggal 24 September 1526.
Pertempuran tak lagi dilakukan antara pasukan dan pasukan, tetapi antara raja yang bermusuhan yang beragama Syiwa, dengan yang beragama Islam. Pangeran Tumenggung melawan Pangeran Samudera. Pangeran Samudera tidak mau melawan pamannya pangeran Tumenggung. Ia membuang senjatanya dan pamannya iba hatinya. Ia memeluk kemenakannya itu dan mengalah, ia menyerahkan semua regalia kerajaan dan tahta kepadanya.
Setelah Negara Daha kalah, semua penduduknyanya diangkut ke Banjarmasin. Penduduk Ibukota Kerajaan itu terdiri dari penduduk yang lama, penduduk Bandar Muara Bahan dan penduduk kota lama Negara Daha.
Demikianlah tanggal 24 September 1526 hari Sabtu Pon dijadikan :
1. Hari kemenangan Pangeran Samudera, cakal Bakal dynasti Kerajaan Banjar.
2. Hari diserahkannya regalia kerajaan Negara Daha dan dihistuakannya Pangeran Samudera oleh Pangeran Tumenggung.
3. Hari ketentuan Banjarmasih menjadi Ibu Kota Kerajaan baru yang menguasai pantai dan pedalaman di Kalimantan Selatan.
Banjarmasin
Nama Kota Banjarmasih berubah akibat Belanda. Mula-mula Belanda masih menyebut Banjarmasih dalam ucapan Belanda "Bandzermash". Kemudian sesudah tahun 1664 berubah menjadi Banjarmassingh.
Di pertengahan abad ke-19 dalam semua surat-surat Belanda ke Indonesia nama kota itu berubah menjadi Banjarmasin. Setelah jaman Jepang sebutan itu berubah kembali menjadi Bandjarmasin. Terakhir setelah berlaku ejaan baru Indonesia, kota itu menjadi BANJARMASIN.
0 komentar:
Posting Komentar